[Review Buku] Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring — dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ

Jangan buru-buru menerima. Ambillah waktu hingga lukamu sembuh

Fatimah Hauroinsiyah
5 min readJun 2, 2024
Ebook Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring (dokumentasi pribadi)

Pertama kali lihat buku ini langsung tertarik karena judul yang tertera. Membahas duka, tapi dukanya laki-laki, dan dilalui dengan cuci piring. Yang pada umumnya, kalau berbicara duka akan divisualisasikan dengan seorang perempuan, karena stigma laki-laki harus kuat. Seakan-akan berduka menandakan kelemahan. Kemudian, kenapa aktivitas mencuci piring yang dipilih untuk membantu melalui duka? Aktivitas yang mungkin menjemukan bagi beberapa orang.

Menceritakan pengalaman seorang psikiater, dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ yang berduka karena kehilangan seorang anak yang ia cintai, Hiro. Terlepas dari profesinya sebagai seorang psikiater, ketika dihadapkan dengan kehilangan ia pun sama seperti kebanyakan orang, menyangkal setiap teori yang bersinggungan dengan duka. Kepahitan yang ia alami justru membawanya pada perjalanan pencarian makna atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Hingga ia menemukan metode yang dapat dilaluinya hari demi hari, yaitu mencuci piring.

Daftar isi buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring (dokumentasi pribadi)

Begitu membuka daftar isi dari buku ini, dikejutkan dengan judul bab-bab yang tertulis dengan sistematis. Seakan-akan seorang teman yang mengulurkan tangan untuk digenggam agar yang berduka tidak merasa sendiri. Pada bab pertama, kehadiran kita disambut oleh Klub Berduka. Apapun jenis dukanya, tetap kita disambut dengan hangat. Kemudian bab yang menurutku brilian ada pada bab selanjutnya, Dua Puluh Empat Jam Pertama. Jarang sekali saya menemukan tulisan yang membahas secara spesifik pada dua puluh jam empat jam pertama, yang menurut saya momen tersebut sangatlah krusial, ada rasa tidak percaya, tapi kebenaran di depan mata. Buku ini terus menggenggam tangan yang berduka hingga di bab terakhirnya, Normal Baru yang Asimetris, ketika yang berduka sudah cukup mampu untuk melanjutkan perjalanan hidupnya.

Pada buku ini menyinggung beberapa teori praktis yang dapat membantu ketika berduka, seperti
1. ACT
Acceptance and Commitment Therapy (ACT), terapi penerimaan. Konsep utama dari ACT adalah jangan terburu-buru ntuk menerima. Alih-alih cepat menerima, yang perlu dilakukan adalah memberi ruang untuk duka dan memperluas wadah diri kita. Hal tersebut dikarenakan besarnya duka tidak akan bisa mengecil, tapi diri kita bisa berkembang.
2. Mindfulness
Mindfulness adalah suatu kondisi ketika kita sadar dengan apa yang terjadi. Ketika melakukan mindfulness, kita memberikan kesempatan bagi pikiran atau perasaan yang datang, tanpa menolak atau menghakimi. Satu kalimat yang mudah diingat mengenai mindfulness adalah sadar penuh, hadir utuh. Yang dimaksud dengan sadar penuh adalah kita diajak untuk sadar penuh terhadap apa yang dirasakan di dalam ataupun di luar diri. Kemudian yang dimaksud dengan hadir utuh adalah seutuhnya ada di masa kini, tidak di masa lalu yang menghantui dengan penyesalan maupun di masa depan yang membuat kita khawatir dengan ketidak pastiannya.

Photo by Melissa Askew on Unsplash

Yang paling saya cari dari isi buku ini, bagian mana yang membahas mengenai cuci piring karena rasa penasaran, kenapa sih cuci piring yang dipilih ketika sedang berduka? Pada bab Tutorial Mencuci Piring, terjawab sudah pertanyaan tersebut. Mungkin kita sudah sangat hafal bagaimana caranya mencuci piring, tapi yang dicari bukan mengenai caranya, namun analoginya terhadap duka. Berikut tutorial mencuci piring
1. Buang sisa makanan ke tempat sampah
2. Bilas piring menggunakan air mengalir
3. Rendam alat makan di dalam air, tambahkan sabun bila ada noda yang lengket
4. Cuci piring dan alat makan dengan spons, mulai dari yang paling sedikit nodanya
5. Keringkan peralatan makan yang sudah selesai dicuci
6. Rutin membersihkan spons dan area pencucian

Photo by Catt Liu on Unsplash

Dari keenam langkah tersebut, yang paling saya suka adalah pada langkah ke-5, keringkan peralatan makan yang sudah selesai dicuci. Kalimat tersebut jika dianalogikan dengan duka akan bermakna, luka di hati pun perlu untuk dibiarkan mengering sehingga hati tersebut siap untuk digunakan kembali, layaknya piring yang dibiarkan kering untuk kemudian digunakan sebagai wadah makanan.

Untuk mengeringkan luka di hati tentu saja membutuhkan waktu bagi yang berduka. Akan tetapi, jika melihat pada realitas, yang berduka tidak memiliki cukup waktu untuk memproses apa yang sebenarnya terjadi, menerima, hingga mereka merasa cukup sembuh dengan luka yang sudah mengering. Mereka langsung dituntut untuk serba cepat memproses segalanya karena ada tuntutan pekerjaan yang sudah menanti, itu salah satunya. Masa istirahat yang dapat digunakan adalah dengan mengambil cuti berkabung yang telah diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan Pasal 93, cuti berkabung untuk anggota keluarga dekat (suami/istri, orangtua, mertua, anak) adalah dua hari. Jika dipikir kembali, apakah dua hari tersebut bisa dikatakan sebagai masa istirahat? Padahal dua hari tersebut hanya cukup untuk mengurus adminstrasi dan menyambut tamu-tamu yang berdatangan, memiliki waktu untuk diri sendiri merasakan duka tidak termasuk kedalamnya.

Hal lain yang saya suka dari buku ini adalah ketika membahas konsep impermanence, segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang permanen. Dikutip dari buku ini,

Kita tidak perlu berjuang terlalu keras untuk melupakan atau melangkah pergi, akan selalu ada peluang bagi perasaan sakit tersebut untuk muncul lagi. Disisi lain, ketika kita tahu bahwa perasaaan itu hanya datang mampir dan akan pergi lagi, kita jadi memakluminya sebagai bagian dari hidup.

Buku ini benar-benar harus dibaca oleh semua orang. Bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang yang kita kasihi, orang terdekat, atau orang disekeliling kita. Mengapa begitu? Karena cinta dan duka dapat dilihat sebagai dua sisi koin, risiko dari mencintai adalah dengan merasakan duka. Duka tidak hanya berarti ditinggalkan selamanya di dunia ini, duka banyak artinya sama seperti cinta yang memiliki banyak cara untuk dirasakan dan diungkapkan. Oleh karena itu, akan semakin besar lagi kesempatan bagi duka untuk hadir di kehidupan setiap orang. Tapi ingat, baik yang sedih maupun senang, semua itu tidak permanen. Jadi, nikmatilah masa kini tanpa merasa bersalah dengan masa lalu ataupun merasa khawatir dengan masa depan.

Personal rate: 9.5/10

--

--

No responses yet